edukasinpd.com – Pernah nggak sih, kamu merasa lelah banget setelah ngobrol sama seseorang, tapi tetap merasa bersalah kalau nggak membalas pesannya? Atau kamu sulit banget bilang “nggak” meskipun sebenarnya itu mengganggu waktumu?
Kalau iya, bisa jadi kamu sedang berurusan dengan dampak dari trauma narsistik. Ini bukan soal lebay atau terlalu sensitif, tapi tentang pengalaman emosional yang sering kali nggak terlihat tapi sangat terasa.
Apa Itu Trauma Narsistik?
Trauma narsistik adalah luka emosional yang timbul akibat hubungan dengan seseorang yang memiliki Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau perilaku narsistik yang toksik. Hubungan seperti ini sering membuat kita merasa:
- Takut membuat orang lain marah
- Sering merasa bersalah meski tak melakukan kesalahan
- Mengabaikan kebutuhan sendiri demi menyenangkan orang lain
“Pelecehan narsistik adalah bentuk manipulasi emosional yang bisa mengikis identitas dan rasa harga diri korban.” – Dr. Ramani Durvasula, Psikolog Klinis
Saat hidup terlalu lama dalam hubungan seperti ini, batas-batas diri kita bisa lenyap. Kita jadi lupa bagaimana rasanya punya pilihan, atau bahkan, punya suara.
Kenapa Kita Harus Menetapkan Batas Setelah Trauma?
Setelah mengalami trauma emosional akibat relasi narsistik, banyak orang kehilangan kemampuan untuk berkata “tidak”. Padahal, batas bukanlah tembok untuk menjauh dari orang lain—tapi filter sehat agar kita tetap utuh.
Ciri-Ciri Kamu Butuh Batas Baru
- Selalu mengiyakan permintaan orang meski capek atau tak sanggup
- Merasa bersalah saat menolak sesuatu
- Sering menyalahkan diri sendiri saat konflik muncul
- Merasa kehilangan identitas diri
Kabar baiknya, batas itu bisa dibentuk ulang. Dan proses ini dimulai dari satu hal kecil: menyadari bahwa kamu berhak punya ruang untuk dirimu sendiri.
“Personal boundaries are essential to healthy relationships and, really, a healthy life.” – Dr. Henry Cloud, penulis buku Boundaries
Menetapkan batas bukan berarti kamu egois. Justru itu bentuk tanggung jawab dan kasih sayang untuk dirimu sendiri.
Cara Praktis Membentuk Batas Baru Setelah Trauma Narsistik
Memulihkan batas setelah trauma nggak bisa instan, tapi bisa dimulai dari langkah-langkah kecil dan realistis. Yuk, pelajari satu per satu:
1. Kenali Apa yang Kamu Butuhkan
Mulailah dari pertanyaan sederhana: “Apa yang membuatku merasa aman?” atau “Apa yang membuatku nyaman saat berinteraksi?”
2. Mulai Belajar Berkata Tidak
Latih dirimu untuk bilang “tidak” tanpa merasa harus menjelaskan panjang lebar. Kamu boleh menolak tanpa rasa bersalah.
3. Gunakan Komunikasi Asertif
Contohnya: “Maaf, aku belum bisa membantu saat ini.” atau “Aku butuh waktu untuk sendiri sekarang.”
4. Evaluasi Lingkaran Sosialmu
Perhatikan siapa saja yang menghargai batasmu dan siapa yang terus melanggarnya. Kamu berhak memilih siapa yang ada di sekitarmu.
5. Jangan Ragu Cari Bantuan Profesional
Psikolog atau terapis bisa jadi teman perjalanan yang aman dalam proses pemulihanmu. Kadang, kita butuh bantuan untuk memahami luka kita secara utuh.
Menetapkan Batas = Mencintai Diri Sendiri
Batas yang sehat bukan cuma tentang menjaga jarak, tapi juga tentang menjaga nilai diri. Ini bukan perjuangan sehari-dua hari, tapi proses seumur hidup yang sangat layak untuk dijalani.
Kamu tidak egois karena menetapkan batas. Kamu sedang menyembuhkan luka, dan itu adalah hal paling berani yang bisa kamu lakukan hari ini.
Kalau kamu merasa butuh dukungan lebih lanjut, jangan ragu hubungi profesional yang bisa mendampingi proses healing-mu ya. Kamu nggak sendirian.