edukasinpd.com – Halo, sahabat edukasinpd.com! Kali ini Bunda Nunki ingin membahas sebuah topik yang sangat penting, yaitu bagaimana seorang anak yang menjadi scapegoat atau kambing hitam dalam keluarga narsistik bisa tumbuh menjadi individu dengan Narcissistic Personality Disorder (NPD), atau dalam bahasa kita dikenal dengan Gangguan Kepribadian Narsistik.
Bagi kamu yang mungkin belum familiar, scapegoat adalah istilah yang menggambarkan anak dalam keluarga yang sering kali disalahkan dan dijadikan target kritik atau pelecehan. Ini adalah peran yang sangat merusak, karena tidak hanya berpengaruh saat itu saja, tetapi juga bisa menimbulkan dampak psikologis jangka panjang.
Meskipun tidak semua anak scapegoat akan tumbuh menjadi seseorang dengan gangguan narsistik, kita perlu memahami bagaimana lingkungan yang penuh tekanan ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya sifat-sifat narsistik di masa dewasa. Yuk, kita bahas beberapa hal yang mungkin terjadi.
1. Kurangnya Validasi dan Kasih Sayang
Seorang anak scapegoat sering kali tidak menerima dukungan emosional yang seharusnya mereka dapatkan. Orang tua yang narsistik cenderung memberikan perhatian lebih pada anak golden child—yaitu anak yang dianggap sempurna—sementara anak scapegoat dibiarkan merasa diabaikan dan tidak dicintai. Kondisi ini membuat anak mencari validasi dari luar, yang bisa membuat mereka tumbuh dengan cara yang tidak sehat.
Sebagai contoh, Dr. Karyl McBride dalam bukunya Will I Ever Be Good Enough? menjelaskan bahwa “anak-anak dari orang tua narsistik sering kali tumbuh dengan rasa kekurangan diri yang mendalam dan rasa tidak aman.” Ini bisa mengarahkan mereka untuk terus-menerus mencari validasi dari orang lain, yang bisa menjadi salah satu ciri dari NPD.
2. Penyalahgunaan Emosional dan Kritik Berlebihan
Bayangkan jika setiap hari kamu dikritik, direndahkan, atau bahkan diabaikan. Seperti itulah yang dialami anak scapegoat. Kritik dan pelecehan emosional yang terus-menerus merusak harga diri mereka. Agar bisa bertahan dari rasa tidak berharga yang mereka rasakan, beberapa anak mungkin mengembangkan sifat-sifat narsistik sebagai cara melindungi diri dari luka emosional.
Menurut American Psychological Association (APA), NPD sering kali muncul sebagai “mekanisme pertahanan untuk melawan perasaan rendah diri dan rasa tidak aman yang mendalam.” Jadi, anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kritik bisa membangun kepribadian narsistik untuk menutupi perasaan rentan mereka.
3. Dinamika Keluarga yang Tidak Sehat
Keluarga narsistik memiliki pola hubungan yang sering kali penuh dengan manipulasi dan kontrol. Orang tua narsistik biasanya menciptakan suasana di mana satu anak dipuji-puji (anak golden child), sementara anak scapegoat dijadikan objek pelampiasan amarah atau frustrasi.
Anak scapegoat sering kali belajar bahwa kekuasaan dan kontrol dapat dicapai melalui cara-cara yang tidak sehat, seperti manipulasi atau dominasi terhadap orang lain. Pada akhirnya, mereka bisa mengadopsi sifat narsistik yang serupa sebagai cara untuk meraih kekuasaan dalam hubungan mereka dengan orang lain.
4. Model Peran Narsistik dalam Keluarga
Anak-anak biasanya meniru perilaku orang tua mereka, baik secara sadar maupun tidak. Jika orang tua bersikap narsistik, anak scapegoat mungkin berpikir bahwa perilaku semacam itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan dalam hidup. Mereka melihat bahwa dengan menjadi narsistik, mereka bisa mendapatkan perhatian, kekuasaan, dan pengakuan yang mereka idamkan.
Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Psychology Today, Dr. Ramani Durvasula menjelaskan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga narsistik sering kali belajar untuk menginternalisasi perilaku narsistik sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka.
5. Mencari Kontrol dan Kekuatan
Anak scapegoat sering kali tumbuh dalam lingkungan di mana mereka merasa tidak memiliki kendali. Mereka mungkin mengalami perasaan tak berdaya dan kehilangan kontrol dalam hubungan dengan orang tua mereka. Untuk mengatasi rasa tidak berdaya ini, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang mencari kontrol berlebihan dalam hubungan lain, bahkan dengan cara-cara yang manipulatif atau narsistik.
Sifat-sifat ini, seperti yang dijelaskan oleh ahli narsisme, Dr. Craig Malkin, dalam bukunya Rethinking Narcissism, sering kali muncul sebagai respons dari perasaan kehilangan kontrol yang mendalam pada masa kecil.
6. Ketergantungan pada Validasi Eksternal
Anak scapegoat cenderung tumbuh tanpa dukungan emosional dari keluarga mereka. Mereka tidak menerima validasi internal yang sehat dari orang tua. Akibatnya, mereka akan sangat bergantung pada validasi eksternal dari lingkungan luar. Mereka mungkin akan mengukur nilai diri mereka berdasarkan bagaimana orang lain memandang mereka, dan bisa saja menggunakan manipulasi untuk mendapatkan pengakuan tersebut.
DSM-5, yang merupakan panduan diagnostik psikologis, mencatat bahwa salah satu karakteristik NPD adalah kebutuhan yang berlebihan akan perhatian dan pengakuan dari orang lain. Hal ini bisa menjadi pola perilaku yang tertanam dalam diri seseorang yang dulunya menjadi scapegoat dalam keluarganya.
7. Perasaan Terasing dan Kesepian
Anak scapegoat sering kali merasa terisolasi, baik secara emosional maupun sosial. Mereka merasa tidak mendapatkan tempat di dalam keluarga mereka sendiri. Perasaan kesepian ini, jika dibiarkan tanpa penyelesaian yang sehat, dapat mengarahkan mereka untuk membangun “tembok emosional” dan mengadopsi sifat narsistik untuk melindungi diri dari rasa tidak berharga.
Menurut Dr. Elinor Greenberg, seorang ahli dalam gangguan kepribadian narsistik, anak yang merasa kesepian dalam keluarganya bisa beralih pada perilaku narsistik sebagai cara untuk mengatasi luka emosional mereka. Perilaku ini, meskipun terlihat penuh percaya diri di luar, sebenarnya adalah pelindung untuk menutupi perasaan inferioritas dan isolasi yang mendalam.
Kesimpulan
Bunda Nunki selalu percaya bahwa setiap orang memiliki peluang untuk memperbaiki diri dan memutus rantai pola perilaku negatif. Bagi kamu yang mungkin merasa pernah atau sedang menjadi scapegoat dalam keluarga, penting untuk mencari dukungan yang tepat. Ingat, narsisme bukanlah takdir, melainkan sesuatu yang bisa dicegah dan diatasi dengan bantuan yang tepat.
Jika kamu merasa terhubung dengan apa yang telah dibahas, jangan ragu untuk berbicara dengan seorang profesional yang bisa membantumu mengatasi luka masa lalu dan menemukan jalan yang lebih sehat dalam hidup.
Quote yang mendalam: “Anak-anak yang tumbuh dalam bayang-bayang narsisme orang tua mereka, sering kali merasa tertelan oleh kebutuhan orang tua dan tidak pernah menemukan diri mereka yang sebenarnya.” — Dr. Karyl McBride
Referensi Ilmiah:
- McBride, Karyl. Will I Ever Be Good Enough? Healing the Daughters of Narcissistic Mothers. Atria Books, 2008.
- Malkin, Craig. Rethinking Narcissism: The Bad—and Surprising Good—About Feeling Special. HarperWave, 2015.
- Durvasula, Ramani. Should I Stay or Should I Go? Surviving a Relationship with a Narcissist. Post Hill Press, 2015.