“Kenapa kita bertengkar bukan karena kita, tapi karena orang tuamu?”
Kalimat itu mungkin pernah terucap dalam hatimu. Ketika orang tua pasangan terlalu ikut campur, memberi tekanan emosional, bahkan mengontrol keputusan rumah tangga, hubungan yang sehat bisa berubah jadi medan perang tersembunyi. Lebih sulit lagi jika orang tua tersebut memiliki kecenderungan narsistik. Bagaimana cara menjaga kewarasan dan hubungan tetap utuh dalam kondisi seperti ini?
Mengenal Campur Tangan Orang Tua Narsisis
Orang tua dengan kecenderungan narsistik kerap kesulitan melepaskan kontrol terhadap anak-anaknya, bahkan setelah mereka menikah. Mereka bisa:
- Menuntut perhatian berlebih dan selalu ingin diutamakan
- Mengkritik pasangan anak secara halus maupun terang-terangan
- Menentukan keputusan rumah tangga yang seharusnya pribadi
Mereka tidak melihat batas antara ‘urusan pribadi’ dan ‘hak untuk mengatur’, karena merasa berhak atas hidup anak-anak mereka.
Ketika Pasangan Menjadi ‘Flying Monkey’
Tanpa sadar, pasangan bisa menjadi perpanjangan tangan orang tuanya yang narsistik. Dalam psikologi, ini disebut sebagai flying monkey, yaitu seseorang yang dimanipulasi untuk menjalankan agenda pelaku narsistik.
Akibatnya, pasangan jadi membela orang tuanya secara membabi buta, menyepelekan keluhanmu, bahkan menyalahkanmu karena “tidak cukup sabar”. Ini bukan karena mereka jahat, tapi karena mereka sendiri belum menyadari luka batin dan pengaruh pola asuh toksik yang dibawa sejak kecil.
Mengapa Mereka Tak Bisa Lepas dari Orang Tuanya?
Anak yang dibesarkan oleh orang tua narsistik seringkali mengalami trauma bonding. Mereka belajar sejak dini bahwa cinta harus dibayar dengan ketaatan dan pengorbanan.
Mereka juga mengalami disonansi kognitif: secara logika tahu orang tuanya toksik, tapi secara emosional merasa bersalah jika menjauh. Dalam jurnal American Psychological Association, hal ini disebut sebagai intergenerational transmission of trauma, atau warisan luka psikologis antar generasi.
Cara Menjaga Kewarasan dan Pernikahan Tetap Sehat
- Bangun komunikasi terbuka dengan pasangan. Hindari menyerang, tapi ajak diskusi tentang dampak yang kamu rasakan.
- Buat batasan yang jelas. Misalnya: keputusan rumah tangga hanya dibahas berdua, tidak ada campur tangan eksternal.
- Ajak pasangan terapi bersama. Terapi dapat membantu membuka mata mereka tentang pola pengasuhan yang tidak sehat.
- Alihkan kontrol secara sistemik. Kurangi intensitas peran orang tua dengan membatasi frekuensi kontak atau waktu kunjungan.
Kapan Harus Ambil Keputusan Serius?
Jika pasangan menolak membatasi campur tangan orang tuanya dan terus menyalahkanmu, kamu perlu mengevaluasi kesehatan hubungan ini. Pernikahan seharusnya menjadi ruang aman, bukan kelanjutan dari luka masa kecil yang belum sembuh.
Kamu Boleh Memilih Dirimu dan Keluargamu
Menghadapi pernikahan yang terpengaruh oleh orang tua narsisis memang berat. Tapi kamu tidak harus terus berkorban. Memilih untuk menjaga batas dan kewarasan bukan berarti kamu tidak menghormati orang tua. Itu justru cara mencintai dirimu dan pasangan secara sehat.
Referensi:
- Campbell, W. K., et al. (2005). Psychological entitlement: Interpersonal consequences and validation of a self-report measure. Journal of Personality Assessment.
- Durvasula, R. (2015). Should I Stay or Should I Go? Surviving a Relationship with a Narcissist.
- American Psychological Association. (2023). Intergenerational trauma and its impact on relationships.